Tuesday, September 1, 2009

Tanggapan Terhadap Fatwa Haram Pengemis



Tanggapan MUI Kota Sukabumi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Sukabumi menilai keliru dikeluarkannya dukungan fatwa haram para pengemis oleh MUI Pusat terhadap MUI Sumenep. Dikeluarkannnya fatwa haram tersebut dikhawatirkan akan menyinggung perasaan para orang miskin.

Ketua MUI Kota Sukabumi, KH Dedi Ismatullah, kepada wartawan mengaku aneh dengan dikeluarkannya fatwa haram terhadap keberadaan para pengemis. ’’Seharusnya MUI tidak mengeluarkan fatwa yang aneh dan menyakiti orang miskin,’’tandas dia, Rabu (26/8).

Dikatakan Dedi, MUI Kota Sukabumi tidak dalam posisi mendukung atau tidak terhadap keluarnya fatwa haram terhadap pengemis. Namun jelas dia, MUI Kota Sukabumi menilai keluarnya fatwa haram tersebut keliru di tengah tingginya jumlah kemiskinan di Indonesia.

’’Kami siap berargumentasi dengan MUI pusat terkait permasalahan ini,’’ujar Dedi yang juga Guru Besar di Univeristas Padjadjaran, (Unpad) Bandung dan Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung. Ia menjelaskan keberadaan para pengemis jangan digeneralisir.

Dedi menambahkan ada sebagian pengemis yang benar-benar miskin hidupnya sehingga membutuhkan santunan. Sementara itu jelas di sisi lain ada pengemis lain yang teroganisir sehingga harus diharamkan keberadaannya.

Menurut Dedi, seharusnya MUI mengeluarkan fatwa santunan terhadap para orang miskin. Pasalnya jelas dia keberadaan orang miskin menjadi tanggung jawab negara untuk memperhatikannya.

Sebelumnya MUI Sumenep menyatakan fatwa haram terhadap aktivitas peminta-peminta/pengemis. Fatwa tersebut mendapatkan dukungan dari MUI Pusat dan MUI Kota Bandung.



MUI Kabupaten Tangerang Banten


Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang Banten tidak mengeluarkan fatwa haram terhadap pengemis meski selama bulan Ramadhan ini Tangerang menjadi pusat bagi para puluhan pengemis.

Ketua MUI Kabupaten Tangerang KH Turmudzi, Sabtu, mengatakan, MUI Kabupaten Tangerang tidak mengeluarkan fatwa haram pengemis karena masih mempertimbangkan beberapa hal.

“Kita tidak mengeluarkan fatwa haram pengemis karena cukup riskan jika dikeluarkan fatwa tersebut,” ujar Turmudzi di Tangerang, Sabtu.

Menurut Turmudzi untuk mengeluarkan fatwa haram pengemis tidak semudah itu, karena pengemis merupakan orang-orang miskin patut dikasihani dan dilindungi.

Ia menambahkan, pihaknya tidak begitu saja mengambil keputusan dengan mensyahkan fatwa haram pengemis di Tangerang, meski telah didesak sejumlah elemen masyarakat.

“Kita akan pelajari lebih jauh apa yang diinginkan masyarakat, kita belum pastikan seperti apa kesimpulan fatwa tersebut,” ujar Turmudzi.

Berbeda dengan MUI Kota Tangerang Selatan (Tangsel) yang setuju dengan fatwa haram terhadap pengemis.

Ketua MUI Kota Tangsel KH M. Saidih mengatakan, MUI Tangsel setuju dan telah mengeluarkan fatwa haram pengemis karena mengemis tidak boleh dilakukan.

Ia mengaku, fatwa haram pengemis yang diterapkan setidaknya bisa menurunkan peningkatan angka pengemis di Tangerang.

Diakui Saidih meskipun mengemis diharamkan setidaknya pemerintah daerah segera mengambil langkah untuk membantu pengemis.

“Pengemis merupakan rakyat Indonesia yang harus diayomi negara, jangan hanya dibiarkan tanpa ada perhatian dari pemerintah,” kata KH M. Saidih.



Forum Komunikasi Mahasiswa Jogjakarta Tolak Fatwa Haram Pengemis



Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa Jogjakarta (Formajo), Jumat (28/8) menggelar aksi turun ke jalan memprotes penetapan fatwa haram mengemis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dimulai dari Tugu Yogyakarta, massa berjalan kaki bergerak menuju perempatan Kantor Pos Besar Yogyakarta dengan melewati Jl. P Mangkubumi, Jl. Malioboro, dan Jl. Jendral A. Yani.

Sepanjang perjalanan, beberapa peserta aksi yang berdandan layaknya pengemis--lengkap dengan baju lusuh, topi, kantong uang, bahkan gitar pengamen--bahkan menghampiri orang-orang yang sedang berada di jalan yang mereka lalui. Tak pelak, aksi mereka mendapat perhatian dari masyarakat yang menjumpainya.

Dalam aksinya, massa menuntut agar apapun alasannya, pengemis adalah tanggung jawab negara seperti yang telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945, bukanya justru diharamkan seperti yang saat ini terjadi.

"Hanya dengan alasan ketertiban dan perilaku memalukan, pengemis diharamkan oleh MUI dan didukung pemerintah. Di mana tanggungjawab pemerintah?" teriak Arco, koordinator aksi.

Selain meneriakkan penolakan terhadap fatwa haram bagi pengemis, massa juga menoroti kinerja pemerintah yang cenderung kembali membangun kekuatan anti rakyat. Sumber daya alam telah dikuasai asing sehingga negara terjebak dengan hutang luar negeri yang merupakan penjajahan gaya baru.



Depsos Dukung Fatwa Haram Pengemis



Departemen Sosial menyetujui fatwa haram yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia Sumenep tentang mengemis.

"Saya setuju dengan Majelis. itu memang bagus karena ada pendekatan secara agama," ujar Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial Makmur Sunusi ketika dihubungi Selasa (25/8)

Majelis Ulama Indonesia di Sumenep, Madura, pekan lalu melalui Ketuanya, KH Syafraji, menyatakan haram bagi pengemis yang meminta-minta baik selama bulan biasa ataupun Ramadan. Alasannya, meminta-minta itu pekerjaan paling jelek dalam Islam.

Tapi, kata Makmur, fatwa tersebut perlu disosialiasikan termasuk keberadaan peraturan daerah tentang gelandang dan pengemis. Mengatur masalah ini, jelas Makmur, perlu kekuatan hukum dan sosialiasi yang kuat. Beberapa daerah seperti Makassar, Aceh, Palembang, Bali, dan Jakarta sudah memiliki peraturan daerah mengenai keberadaan gelandang dan pengemis. "Daerah lain perlu mengeluarkan peraturan daerah tentang ini juga," himbau dia.

Peningkatan jumlah pengemis selama Ramadan di kota-kota besar, diakuinya, sebagian besar merupakan pengemis siluman dari daerah. "Itu bukan kewenangan pusat lagi melainkan sudah otonom," kata Makmur.

Maka pihaknya menyetujui razia yang dilakukan pemerintah kota setempat. Karena menurutnya, pengemis tersebut datang memanfaatkan bulan Ramadan sebagai bulan sedekah. "Ada event organizernya lho," ungkap dia.

Departemen sebenarnya telah menyediakan pusat rehabilitasi sosial di Bekasi. "Beberapa yang masuk ke sana bahkan ada yang sudah menjadi transmigran," papar Makmur. Meski sudah ada pusat rehabilitasi sosial, ia berharap daerah ikut terlibat. Karena masalah ini menyangkut migrasi antardaerah.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie menyetujui usulan Majelis. "Majelis itu mengharamkan kan untuk kebaikan," ujar dia ketika ditemui terpisah. Mengemis, kata Aburizal, adalah orang yang hanya melihat uang, tapi tidak peduli pada harga diri. Karena itu fatwa haram Majelis dan Peraturan Daerah tentang Pengemis, ucapnya, "Kami dukung."


Nah lho, itulah pro kontra sekitar Fatwa Haram Pengemis, trus apa komentar Anda? :)



Followers

PMDK © 2009 Template Redesign by Not Just A Reference.

TOP