Saturday, August 29, 2009

Komitmen Stop Dreaming Start Action

Saya setuju dengan pendapat Joko Susilo bahwa kita berkomitmen untuk Stop Dreaming Start Action jika kita ingin sukses dalam bisnis. Pendapat ini benar adanya.
Tapi sungguh ironis, banyak orang yang sering berbicara tentang komitmen tanpa mengetahui arti dari komitmen itu sendiri. Dari kamus Webster saya mendapatkan beberapa kata yang kemudian saya rangkai menjadi definisi dari komitmen.

Komitmen adalah suatu pengambilan keputusan yang kita lakukan karena mempercayai seseorang atau suatu institusi tertentu, sehingga dengan rela hati kita menjadikan tujuan bersama yang sudah disepakati sebagai prioritas dalam hidup kita.

Jadi, kalau saya bisa menggarisbawahi tentang komitmen :

  1. Pertama, harus didasarkan pada sebuah pengambilan keputusan yang kita lakukan dengan kerelaan hati atau dengan kesadaran sepenuhnya – bukan karena paksaan maupun intimidasi.
  2. Kedua, harus didasarkan pada saling mempercayai antara pihak-pihak yang berkaitan, dan harus ada tujuan bersama yang kita tetapkan sehingga kita bisa merasakan apa yang disebut sebagai “sense of accomplishment.” Komitmen adalah suatu janji yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih, di mana masing-masing pihak berjanji untuk mengerjakan apa yang menjadi bagiannya dan menjadikannya prioritas utama. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa loyalitas sebetulnya merupakan hasil dari komitmen.

Sebuah komitmen akan bisa terus bertahan jika ada kepercayaan di antara kedua belah pihak. Dalam level individual, sebelum seseorang memutuskan untuk menikahi kekasihnya, baik pihak pria maupun pihak wanita harus saling mempercayai terlebih dahulu.
Ketika kepercayaan timbul dan mereka merasa nyaman dengan keberadaan satu sama lain, barulah komitmen bisa terbentuk dalam wujud sebuah lembaga pernikahan. Jadi, jika dalam level pribadi komitmen dapat terus mengalami pertumbuhan (dan seiring dengan masing-masing pihak saling mempercayai satu sama lain loyalitas pun ikut bertumbuh), demikian pula halnya dengan perusahaan. Dalam sebuah perusahaan, kita sebagai karyawan akan bisa menunjukkan komitmen ketika kita merasa nyaman bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Perusahaan pun pasti akan tetap meng-hire kita sebagai karyawan jika perusahaan merasa nyaman dengan keberadaan kita. Nah, apabila kita menghendaki agar komitmen yang ada bisa terus bertumbuh dan rasa saling percaya menjadi semakin kuat, masing-masing pihak harus terus menjaga integritasnya. Dari pihak kita sebagai karyawan, kita perlu memberikan hasil kerja yang terbaik, karena di situlah integritas kita dipertaruhkan. Dari pihak perusahaan, perusahaan juga perlu memberikan gaji yang selayaknya dan (mungkin) beberapa tunjangan tertentu yang akan bisa dinikmati oleh karyawan. Selama masing-masing pihak mengerjakan apa yang menjadi bagiannya, integritas masing-masing pihak pun akan terus bertumbuh dan rasa saling percaya akan terus terbangun.

Selain itu, komunikasi juga menjadi hal yang sangat menentukan. Untuk membangun rasa percaya yang lebih tinggi sehingga komitmen menjadi semakin kuat, dibutuhkan jalur komunikasi yang bagus di antara pihak-pihak yang terlibat. Di satu sisi, pemimpin harus bisa mengkomunikasikan apa yang menjadi tujuan atau sasaran yang ingin dicapai oleh perusahaan dan apa langkah-langkah yang perlu diambil; di sisi yang lain, karyawan juga harus bisa mengkomunikasikan kepada pemimpin hal-hal yang dirasa menghambat atau mengganjal, sehingga masing-masing pihak akan bisa menjaga komitmennya dengan baik. Komitmen adalah sesuatu yang sangat penting, apalagi jika kita hidup dalam sebuah komunitas di mana komitmen menjadi sesuatu yang sangat esensial.

Dalam keluarga, tanpa adanya komitmen, pasangan suami isteri akan dengan mudah terlibat masalah perselingkuhan. Demikian pula dalam sebuah perusahaan, tanpa adanya komitmen akan tercipta banyak kekacauan yang dapat terjadi dalam perusahaan yang bersangkutan. Jika kita melihat realita yang ada di masyarakat secara umum, kadang kala seseorang sulit memegang atau bertahan pada komitmennya karena mereka tidak menginginkan resiko dari komitmen itu. Ketika sepasang kekasih memasuki pernikahan, kadang kala mereka hanya membayangkan hal-hal yang baik dan impian-impian yang indah, tanpa melihat realita bahwa kadang kala kita juga akan menghadapi masalah, musibah, bencana, dan hal-hal negatif lainnya, dan ini adalah bagian yang juga harus kita lewati dari sebuah komitmen.

Karena itu, bicara tentang komitmen, kita harus mengingat bahwa untuk bisa bertahan dalam sebuah komitmen, kita perlu memiliki kerelaan untuk melewati hal-hal baik maupun buruk, yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bersama-sama. Komitmen tidak bisa dijalankan secara sepihak, melainkan membutuhkan keterlibatan dari masing-masing pihak yang ada di dalamnya – walau tidak bisa disangkali pemutusan komitmen biasanya dilakukan oleh salah satu pihak saja. Karenanya, jika kita ingin memastikan bahwa sebuah komitmen akan bisa bertahan untuk jangka waktu panjang, kedua belah pihak harus mengerjakan apa yang menjadi kewajiban masing-masing.

Tidak jarang rasa jenuh dijadikan sebagai alasan untuk memutuskan komitmen. Padahal, jika kita mengorek lebih dalam apa yang menjadi alasan seseorang menjadi jenuh dan apa yang menyebabkan seseorang memutuskan komitmen yang ia buat sendiri, persoalannya terletak pada pikiran orang yang bersangkutan (bersifat psikologis belaka). Mengapa seseorang menjadi jenuh? Secara psikologis penyebabnya adalah karena orang tersebut mulai merasa apa yang ia kerjakan mulai menjadi rutinitas, kurang ‘menantang’, dan sebagainya.

Untuk menanggulangi kejenuhan sebenarnya kita bisa melakukan hal-hal yang kreatif dalam pekerjaan, bekerja dengan cara-cara yang berbeda, mengubah tata letak meja kita (jika memungkinkan), mengubah tampilan pada layar komputer kita, dan sebagainya. Meskipun kecil dan sederhana, hal-hal tersebut bisa menolong kita untuk tidak begitu saja menjadi jenuh.

Melatih diri untuk berkomitmen

Untuk melatih komitmen sebenarnya kita bisa memulai dari titik yang paling sederhana, yaitu membangun komitmen diri sendiri. Melatih komitmen pada diri sendiri sebenarnya sangat mudah, karena kita sendiri yang menetapkan tujuannya. Sebagai contoh, kita mengambil komitmen untuk bangun pada pukul 5 setiap pagi dan berolahraga – ini adalah tujuan yang kita tetapkan sendiri. Yang perlu kita lakukan hanyalah terus belajar untuk konsisten dengan keputusan dan komitmen yang kita buat. Akan tiba saatnya ketika kita bangun, kita merasa ogah-ogahan; ini justru merupakan sebuah latihan untuk menanggulangi kemalasan-kemalasan yang sering kali membuat kita membatalkan komitmen kita sendiri.

Di sisi lain, hal itu juga menjadi sebuah ujian: sampai sejauh mana komitmen kepada diri sendiri ini kita bangun. Kalau komitmen kepada diri sendiri sudah terbangun dalam diri kita, maka komitmen kepada orang lain, komitmen kepada keluarga, atau komitmen kepada pekerjaan akan lebih mudah untuk dilakukan, karena kesemuanya bersifat eksternal. Yang terpenting adalah komitmen yang bersifat internal, yang berpusat pada diri sendiri. Jika perusahaan tidak memiliki goal, akan sulit bagi kita untuk mengukur tingkat keberhasilan. Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjadi penyebab mengapa karyawan tidak memahami goal perusahaan. Penyebab pertama adalah, karena pemimpin yang kurang bisa mengkomunikasikan goal kepada karyawan-karyawannya. Penyebab lainnya adalah karena kita sebagai karyawan tidak memahami atau tidak mau tahu dengan goal yang ditetapkan oleh pemimpin.

Perusahaan yang ingin berkembang harus memiliki tujuan dan pencapaian-pencapaian tertentu. Kalau seorang karyawan merasa tidak ada komunikasi antara pemimpin dengan karyawan, ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebabnya: pertama, karena pemimpin merasa karyawan sudah tahu atau seharusnya tahu apa yang pemimpin inginkan. Kedua, karena pemimpin merasa sudah cukup memberitahukan apa yang menjadi goalnya. Nah, faktor yang paling dominan dalam komunikasi adalah ‘apa yang diharapkan oleh masing-masing pihak?’ – yang akan menolong kita membangun komunikasi dengan sehat. Jika saya adalah pemimpin dan Anda adalah karyawan saya, maka apa yang Anda inginkan dan apa yang saya inginkan harus sejalan dulu, baru komunikasi akan terbangun dengan baik.

Selama apa yang saya inginkan sebagai pemimpin dan apa yang Anda inginkan sebagai karyawan tidak sejalan, maka apa pun yang saya sampaikan akan bisa disalahpahami. Jadi, dalam hal ini, cobalah memahami apa yang ada dalam hati dan pikiran pemimpin Anda, karena ketika Anda sebagai karyawan bisa memahami hati dan pikiran pemimpin, akan jauh lebih mudah untuk bisa berkomunikasi dengan pemimpin Anda. Seseorang yang tidak bisa memegang komitmen pada dirinya sendiri tidak mungkin bisa memegang komitmen kepada orang lain atau institusi lain yang ruang lingkupnya lebih besar. Jadi, untuk mencapai kesuksesan, mulailah membangun level komitmen pada diri sendiri terlebih dulu.

Dari situ kita bisa mengembangkan atau meningkatkan komitmen kepada ruang lingkup yang lebih luas lagi: keluarga, pekerjaan/perusahaan, dll. Dalam sebuah perusahaan yang memiliki tim kerja, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap anggota tim memiliki level komitmen yang berbeda-beda. Untuk menyiasatinya, orang yang menjadi pemimpin tim haruslah seseorang yang bisa memotivasi anggota-anggotanya dan memiliki kemampuan untuk memaksimalkan kinerja dari anggota tim yang lain.

Ketika pemimpin tim mendapati bahwa ada anggota-anggota tim yang memiliki level komitmen yang lebih rendah, sebagai pemimpin ia harus mengambil sebuah tindakan ekstra – entah memotivasi anggota tersebut atau menjatuhkan sangsi, demi optimalnya kinerja tim tersebut sehingga tujuan yang ditetapkan bisa dicapai dengan baik.
Tips untuk menjaga komitmen

Ada beberapa tips yang bisa menolong kita untuk menjaga komitmen:

  1. Tips pertama, tetapkan lebih dahulu goal atau tujuan yang ingin kita capai.
  2. Tips Kedua, tetapkan/pahami langkah-langkah yang harus kita ambil untuk mencapai goal tersebut. Buat langkah-langkah secara detil dan sistematis, karena jika tidak, kita akan kesulitan mengevaluasi progresifitas yang telah terjadi.
  3. Tips Ketiga, tetapkan tenggat waktu atau deadline untuk diri kita sendiri. Dengan menetapkan deadline, akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahui apakah kita berhasil menyelesaikan langkah pertama dengan baik atau tidak. Keempat, tetapkan ‘hukuman’ bagi diri kita seandainya kita tidak mengikuti langkah-langkah yang ada atau tidak memenuhi target, dan tetapkan juga apa yang menjadi ‘imbalan’ bagi kita jika berhasil mencapai target yang ditetapkan tersebut.

    Setelah kita menetapkan reward dan punishment bagi diri sendiri, pastikan kita tetap konsisten dengan apa yang sudah kita tetapkan – hal ini akan menolong kita untuk berpegang pada komitmen yang harus kita jalani. Bicara tentang komitmen, kita berbicara tentang pengambilan keputusan, saling mempercayai dan tujuan bersama. Ketika kita ingin terus memegang komitmen, pertama-tama kita harus memastikan bahwa apa pun keputusan yang akan kita ambil sudah ditimbang sisi baik maupun sisi buruknya, sisi kewajiban maupun tanggung jawabnya. Lalu, pastikanlah kita membangun kepercayaan satu sama lain, karena hanya dengan cara demikian komitmen yang ada akan menjadi kekal.

  4. Tips terakhir, dengan mengetahui goal atau tujuan bersama yang sudah disepakati, kita akan bisa melihat bahwa apa pun yang sudah kita putuskan sebagai sebuah komitmen akan layak untuk diperjuangkan, karena kita dapat menikmati adanya sense of accomplishment dalam diri kita.

Tidak ada hal lain yang lebih membahagiakan seseorang yang sudah bekerja keras menjaga komitmennya selain menikmati sense of accomplishment atas apa yang sudah ia kerjakan.

Komitmen adalah sesuatu yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Sehingga tanpa komitmen jargon Stop Dreaming Start Action hampir mustahil untuk bisa diwujudkan. Karena itu, jangan biarkan perasaan dan pertimbangan-pertimbangan yang kita ambil karena gejolak emosional membatalkan komitmen yang kita miliki.

Followers

PMDK © 2009 Template Redesign by Not Just A Reference.

TOP