Perlukah Ujian Nasional Dievaluasi?
Sebagaimana kita maklumi bahwa ujian nansional (UN) merupakan salah satu alat evaluasi hasil belajar siswa. Disamping itu UN juga digelar dengan tujuan untuk pemetaan pendidikan. Konsekuensi dari penerapan Kurikulum 2013, antara lain, pola ujian nasional perlu dievaluasi. Namun terlontar juga pendapat yang bisa dikatakan ironis, katanya UN Perlu Dievaluasi.
”Tes ujian kelulusan, seperti ujian nasional atau UN, tampaknya kontraproduktif dengan sistem pembelajaran yang dikehendaki Kurikulum 2013,” kata Elin Driana, praktisi pendidikan yang mendalami bidang riset dan evaluasi, di Jakarta, Minggu (20/1).
Menurut Elin, evaluasi di Indonesia, termasuk UN, selama ini berorientasi nilai. Sekolah dipandang untuk mencari nilai baik dan dapat ijazah.
”Esensi belajar atau pendidikan untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk cinta belajar, belum muncul. Anak-anak kita belajar karena mau mengejar nilai, bukan karena cinta belajar. Perubahan Kurikulum 2013 harus mampu mengubah paradigma itu,” kata Elin.
Evaluasi untuk sekadar lulus, menurut Elin, justru mulai ditinggalkan. Ia mencontohkan Shanghai yang meninggalkan evaluasi untuk kelulusan seperti UN, terutama untuk pendidikan dasar. Dengan perubahan itu, Shanghai melesat maju dalam peningkatan hasil pendidikan dalam bidang matematika, sains, dan membaca dari beberapa evaluasi internasional, seperti TIMMS, PISA, ataupun PIRLS.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, ada kemungkinan UN dievaluasi. Namun, pemerintah belum membahas hal tersebut saat ini. ”Bisa saja nanti UN dievaluasi. Namun, UN memang masih dibutuhkan,” kata Nuh.
Waktu diubah
Dalam perubahan Kurikulum 2013, pemerintah memang merencanakan perubahan UN, tetapi pada soal waktu pelaksanaan. Di SMA dan SMK, UN dimajukan ke kelas XI. Di SMA bertujuan supaya di tingkat akhir siswa bisa fokus untuk ujian masuk perguruan tinggi, sementara di SMK agar siswa bisa memperdalam praktik kerja industri untuk mematangkan sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
Secara terpisah, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto mengatakan, pelaksanaan UN tidak relevan lagi untuk kelulusan, memotivasi belajar, dan untuk membentuk sikap kompetensi siswa. Evaluasi UN semestinya dikembalikan untuk pemetaan, untuk memastikan siswa memenuhi kompetensi abad ke-21.
Dari kajian terhadap UN Matematika, menurut Iwan, soal-soal di UN hanya membuat siswa bernalar rendah dengan perhitungan ruwet. ”Pola evaluasinya harus diubah,” kata Iwan.
Menurut hemat kami betul apa yang dikatakan Mendikbud UN memang masih dibutuhkan. Semoga bermanfat!
Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin!
”Tes ujian kelulusan, seperti ujian nasional atau UN, tampaknya kontraproduktif dengan sistem pembelajaran yang dikehendaki Kurikulum 2013,” kata Elin Driana, praktisi pendidikan yang mendalami bidang riset dan evaluasi, di Jakarta, Minggu (20/1).
Menurut Elin, evaluasi di Indonesia, termasuk UN, selama ini berorientasi nilai. Sekolah dipandang untuk mencari nilai baik dan dapat ijazah.
”Esensi belajar atau pendidikan untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk cinta belajar, belum muncul. Anak-anak kita belajar karena mau mengejar nilai, bukan karena cinta belajar. Perubahan Kurikulum 2013 harus mampu mengubah paradigma itu,” kata Elin.
Evaluasi untuk sekadar lulus, menurut Elin, justru mulai ditinggalkan. Ia mencontohkan Shanghai yang meninggalkan evaluasi untuk kelulusan seperti UN, terutama untuk pendidikan dasar. Dengan perubahan itu, Shanghai melesat maju dalam peningkatan hasil pendidikan dalam bidang matematika, sains, dan membaca dari beberapa evaluasi internasional, seperti TIMMS, PISA, ataupun PIRLS.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, ada kemungkinan UN dievaluasi. Namun, pemerintah belum membahas hal tersebut saat ini. ”Bisa saja nanti UN dievaluasi. Namun, UN memang masih dibutuhkan,” kata Nuh.
Waktu diubah
Dalam perubahan Kurikulum 2013, pemerintah memang merencanakan perubahan UN, tetapi pada soal waktu pelaksanaan. Di SMA dan SMK, UN dimajukan ke kelas XI. Di SMA bertujuan supaya di tingkat akhir siswa bisa fokus untuk ujian masuk perguruan tinggi, sementara di SMK agar siswa bisa memperdalam praktik kerja industri untuk mematangkan sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
Secara terpisah, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto mengatakan, pelaksanaan UN tidak relevan lagi untuk kelulusan, memotivasi belajar, dan untuk membentuk sikap kompetensi siswa. Evaluasi UN semestinya dikembalikan untuk pemetaan, untuk memastikan siswa memenuhi kompetensi abad ke-21.
Dari kajian terhadap UN Matematika, menurut Iwan, soal-soal di UN hanya membuat siswa bernalar rendah dengan perhitungan ruwet. ”Pola evaluasinya harus diubah,” kata Iwan.
Menurut hemat kami betul apa yang dikatakan Mendikbud UN memang masih dibutuhkan. Semoga bermanfat!
Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin!