Standar Kelulusan UN 2012 Tidak Berubah
Standar nilai kelulusan dalam Ujian Nasional (UN) merupakan berita yang paling dinanti oleh para pelajar kelas XII. Apalagi, setiap tahun standar nilai kelulusan UN selalu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas lulusan. Lantas, bagaimana dengan tahun ini?
Kabalitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Khairil Anwar mengatakan, untuk tahun ini, standar nilai kelulusan UN tidak mengalami perubahan.
"Untuk kebijakan tidak ada yang berubah, termasuk standar nilai kelulusan sama dengan tahun lalu. Kami hanya mengubah manajemen pelaksanaan untuk meningkatkan kredibilitas UN," ujar Khairil di kantornya Kemendikbud kepada okezone, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2012).
Menurut Khairil, hal ini dilakukan karena permasalahan utama UN adalah kredibilitas UN. Masih banyak pihak, termasuk perguruan tinggi yang tidak percaya dengan UN.
"Fokus kami bagaimana meningkatkan kredibilitas UN. Dan saya lihat dari tahun ke tahun kredibilitas UN semakin meningkat. Ini terbukti dari semakin banyak perguruan tinggi yang menggunakan UN sebagai kriteria masuk perguruan tinggi tersebut," tuturnya.
Dia menyebutkan, untuk menentukan kelulusan, nilai UN hanya memiliki porsi 60 persen. Sementara sisanya tergantung hasil ujian sekolah dan nilai rapor. "Dari 40 persen yang ditentukan sekolah, ujian sekolah memiliki proporsi 60 persen sedangkan nilai rapor sebesar 40 persen," katanya menjelaskan.
Mengenai bobot tiap mata pelajaran yang diujikan dalam UN, Khairil mengaku, tengah mempertimbangkan kembali bobot nilai tiap mata pelajaran yang memang dipukul rata. Dia membandingkan antara pelajaran Matematika dengan Bahasa Indonesia.
"Matematika itu menguji kemampuan kognitif siswa. Mulai dari berpikir abstrak dan menghitung. Hasilnya bisa terukur dalam jawaban UN. Sementara kemampuan kognitif siswa seperti membaca, menulis, dan berargumentasi tidak bisa terlihat dalam UN. Untuk kemampuan menulis saja perlu dipertanyakan karena mereka kan hanya menghitamkan. Nah, pantaskah bobotnya sama sebesar 60 persen seperti ujian Matematika?" kata Mantan Dekan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Khairil menyebutkan, hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kemendikbud untuk pelaksanaan UN tahun-tahun berikutnya. "Saya rasa harus dipikirkan kembali dan tidak bisa tergesa-gesa untuk mengambil keputusan. Butuh diskusi dan perdebatan panjang serta mendalam mengenai hal ini," kata Khairil.
Kabalitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Khairil Anwar mengatakan, untuk tahun ini, standar nilai kelulusan UN tidak mengalami perubahan.
"Untuk kebijakan tidak ada yang berubah, termasuk standar nilai kelulusan sama dengan tahun lalu. Kami hanya mengubah manajemen pelaksanaan untuk meningkatkan kredibilitas UN," ujar Khairil di kantornya Kemendikbud kepada okezone, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (5/3/2012).
Menurut Khairil, hal ini dilakukan karena permasalahan utama UN adalah kredibilitas UN. Masih banyak pihak, termasuk perguruan tinggi yang tidak percaya dengan UN.
"Fokus kami bagaimana meningkatkan kredibilitas UN. Dan saya lihat dari tahun ke tahun kredibilitas UN semakin meningkat. Ini terbukti dari semakin banyak perguruan tinggi yang menggunakan UN sebagai kriteria masuk perguruan tinggi tersebut," tuturnya.
Dia menyebutkan, untuk menentukan kelulusan, nilai UN hanya memiliki porsi 60 persen. Sementara sisanya tergantung hasil ujian sekolah dan nilai rapor. "Dari 40 persen yang ditentukan sekolah, ujian sekolah memiliki proporsi 60 persen sedangkan nilai rapor sebesar 40 persen," katanya menjelaskan.
Mengenai bobot tiap mata pelajaran yang diujikan dalam UN, Khairil mengaku, tengah mempertimbangkan kembali bobot nilai tiap mata pelajaran yang memang dipukul rata. Dia membandingkan antara pelajaran Matematika dengan Bahasa Indonesia.
"Matematika itu menguji kemampuan kognitif siswa. Mulai dari berpikir abstrak dan menghitung. Hasilnya bisa terukur dalam jawaban UN. Sementara kemampuan kognitif siswa seperti membaca, menulis, dan berargumentasi tidak bisa terlihat dalam UN. Untuk kemampuan menulis saja perlu dipertanyakan karena mereka kan hanya menghitamkan. Nah, pantaskah bobotnya sama sebesar 60 persen seperti ujian Matematika?" kata Mantan Dekan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) tersebut.
Khairil menyebutkan, hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Kemendikbud untuk pelaksanaan UN tahun-tahun berikutnya. "Saya rasa harus dipikirkan kembali dan tidak bisa tergesa-gesa untuk mengambil keputusan. Butuh diskusi dan perdebatan panjang serta mendalam mengenai hal ini," kata Khairil.