Wednesday, August 18, 2010

Unair Tolak Rp 2 M dari Peserta PMDK


Panitia penerimaan mahasiswa baru Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menolak tawaran sumbangan Rp 2 miliar dari calon mahasiswa jalur PMDK (penelusuran minat dan kemampuan). Penolakan ini karena mahasiswa yang bersangkutan tak masuk peringkat sesuai kuota yang ditetapkan.

"PMDK memang bersifat swadana, tapi kami tetap mengutamakan prestasi, bukan biaya," kata Direktur Kemahasiswaan Unair Surabaya Prof Dr Imam Mustofa, Sabtu (31/7).

Oleh karena itu, katanya, pihaknya terpaksa menolak orang tua calon mahasiswa yang mendaftar PMDK pada tahun lalu dengan menyanggupi biaya Rp 800 juta hingga Rp 2 miliar untuk diterima di Fakultas Kedokteran (FK) Unair.

"Kami mengutamakan peserta yang masuk rangking (peringkat) sesuai kuota yang ada, misalnya kuotanya 20 orang, maka peserta yang kami terima adalah mereka yang masuk peringkat 1 hingga 20," katanya.

Untuk tahun ini, katanya, peserta PMDK di FK Unair membayar sumbangan pembangunan minimal Rp150 juta, sedangkan fakultas lain rata-rata hanya Rp 50 juta. Sedangkan SPP per semester berkisar Rp 800 ribu hingga Rp1,25 juta sesuai dengan fakultas.

"Jadi mereka yang membayar sumbangan pembangunan Rp150 juta akan kami terima bila memang masuk rangking, tapi kalau tidak masuk rangking akan ditolak, meski membayar Rp2 miliar sekalipun," katanya.

Bahkan, kata Imam, anak dari pejabat struktural di Unair pun tetap harus masuk rangking sesuai kuota yang diterima. "Ada anak panitia penerimaan mahasiswa yang juga terpaksa ditolak, karena tidak masuk rangking," katanya.

Ia menambahkan Unair memang menerima calon mahasiswa dari jalur SNMPTN sebanyak 50 persen dan dari jalur PMDK juga sebanyak 50 persen.

"Ada 1.598 peserta SNMPTN yang kami terima, namun peserta yang mendaftar ulang berjumlah 1.437 peserta, sehingga tercatat 161 peserta yang tidak mendaftar ulang dengan berbagai sebab. Kekurangan itu akan kami penuhi lewat jalur PMDK," katanya.

Pembantu Rektor I ITS Arif Djunaidy mengatakan, ITS juga membuka pendaftaran jalur mandiri untuk gelombang kedua, karena masih adanya kekosongan pada saat penerimaan lewat jalur SNMPTN.

"Mereka yang diterima lewat jalur Program Unggulan Mandiri ITS itu dikenakan biaya Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) minimal Rp100 juta untuk FTI, FTSP Rp 75 juta, FTK Rp 50 juta, FMIPA Rp 50 Juta, dan FTI berkisar Rp 60-75 juta," katanya.

Ia menegaskan bahwa program mandiri itu bukan berarti "menjual" ITS, tetapi hanya untuk mengisi bangku kosong yang ada. "Kami juga tetap mengadakan tes masuk, bahkan yang berani membayar SPI sampai Rp1 miliar pun belum tentu diterima kalau hasil tesnya tidak bagus," katanya.

Di tengah sumbangan pembangunan di PTN yang nisbi-mahal itu, perguruan tinggi swasta (PTS) di Surabaya "bersaing" dengan tawaran biaya yang murah.

Misalnya, Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. "Unitomo adalah kampus kebangsaan, karena itu kami tidak memahalkan biaya, meski SPP murah bukan berarti kualitas kami murahan," kata Rektor Unitomo Dr Ulul Albab.

Dalam rincian pembayaran mahasiswa baru 2010-2011, Unitomo menerapkan sistem pembayaran SPP bulanan berkisar Rp250.000,00 hingga Rp300.000,00 per bulan, padahal universitas biasanya menerapkan sistem SKS.

Unitomo juga mengenakan DPP (dana pengembangan pendidikan) dengan biaya Rp2,25 juta hingga Rp4 juta sesuai dengan jurusan yang ditempuh.

Sementara itu, Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya memberlakukan uang sumbangan masuk (USM) Rp6 juta-Rp17 juta, uang sumbangan penyelenggaraan pendidikan (USPP) Rp3 juta-Rp11,7 juta, dan UPRS per semester Rp175 ribu-Rp495 ribu.

Followers

PMDK © 2009 Template Redesign by Not Just A Reference.

TOP