Monday, February 18, 2013

Persaingan Snmptn Makin Ketat, Atur Strategimu

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang akan diikuti 61 perguruan tinggi negeri menyediakan kuota sebanyak 160 ribu kursi yang akan dilakukan berdasarkan nilai rapor dan prestasi lainnya, serta mempertimbangkan nilai ujian nasional (UN).

Siswa yang berhak mengikuti SNMPTN 2013 adalah siswa yang memiliki rekam jejak prestasi akademik di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). kepala sekolah harus mengirim data sekolah dan siswa ke PDSS-SNMPTN, kemudian kepala sekolah akan memperoleh password untuk setiap siswa," kata Ketua Panitia Pelaksana SNMPTN 2013 Akhmaloka.

Jumlah pendaftar SNMPTN tahun ini diperkirakan meningkat enam kali lipat dibandingkan tahun lalu. Hal tersebut, ujar Akhmaloka karena panitia tidak memberikan batasan terhadap akreditasi sekolah seperti pada tahun 2012. Sekolah yang terakreditasi atau tidak terakreditasi diundang semua oleh panitia. Tampaknya persaingan bakal semakin ketat, terutama di prodi-prodi favorit seperti kedokteran dan teknik (IPA), atau Ekonomi dan Hukum (IPS).

Maka perlu diatur minimal 2 hal : pertama, usahakan agar ujian nasional-mu hasilnya bagus / baik dan pastinya harus lulus :) . Kedua atur strategi Seleksi seperti bagaimana memilih jurusan di PTN pilihanmu. Dalam hal ini pertama pastikan dirimu mengenal kemampuanmu, misalnya berapa nilai try out mu. Kedua, kenali tingkat kesulitan masuk di prodi / PTN pilihanmu atau kenali passing gradenya. Dan ketiga, dalam memilih jurusan atur pilihan keduamu di tempat yang safe (aman) tapi masih mempresentasikan keinginan dan tujuan hidup kita.

Jika dibandingkan dengan jumlah sekolah di seluruh Indonesia yang berjumlah 27.630 sekolah, maka yang mendaftar hingga 31 Januari masih sedikit yakni 11.695 sekolah. Sebagai contoh sekolah yang berada di wilayah Indonesia bagian timur masih sedikit. Contohnya dari 764 sekolah di Nusa Tenggara Barat, yang mendaftar hanya 222 sekolah. Kemudian dari 252 sekolah di Papua, yang mendaftar hanya 60 sekolah. Begitu juga di Papua Barat dari 141 sekolah hanya 35 sekolah yang melakukan pendaftaran.

Seleksi PTN dibagi menjadi tiga seleksi yakni SNMPTN dengan porsi minimal 50 persen, kemudian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) dengan porsi minimal 30 persen, dan sisanya melalui ujian mandiri. Namun, umumnya tidak semua PTN akan mengadakan ujian mandiri, terutama jika dengan dua seleksi sebelumnya jumlah kuota sudah terpenuhi. Salah satu PTN ternama yang tidak akan menggelar ujian mandiri adalah Institut Teknologi Bandung (ITB).

Keinginan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menggunakan hasil ujian nasional (UN) sebagai salah satu instrumen persyaratan untuk masuk jenjang pendidikan tinggi mendapat "lampu hijau" dari kalangan PTN yang semula keberatan karena alasan masih banyaknya sekolah yang sengaja mendongkrak nilai rapor siswa dan nilai UN agar bisa lolos dalam seleksi jalur undangan.

Kemdikbud bersama pengelola PTN terus berupaya meningkatkan pelaksanaan seleksi masuk PTN dengan mengintegrasikan hasil nilai UN SMA/SMK/MA sebagai seleksi masuk PTN.

Mendikbud Mohammad Nuh berharap integrasi hasil ujian nasional dimulai pada tahun 2013 ini. PTN diminta mempertimbangkan hasil UN siswa dalam menyeleksi mahasiswa baru sehingga pelaksanaan UN tidak mubazir.

"Hasil UN harus terintegrasi di semua jenjang. Jika dari SD ke SMP ke SMA bisa pakai hasil UN, maka dilakukan juga di jenjang PTN. Jika alasannya hasil UN tidak bisa dipercaya, pelaksanaan UN terus- menerus dilakukan dan melibatkan perguruan tinggi," kata Nuh.

Ketua Majelis Rektor PTN Indonesia Idrus Paturusi menanggapi integrasi nilai UN untuk seleksi PT mengatakan hasil UN, yang juga salah satu penentu kelulusan siswa di jenjang pendidikan menengah, dipertimbangkan dalam penerimaan lewat jalur undangan. Menurutnya nanti akan ada pembobotan. Berapa persentase dari nilai rapor dan nilai UN akan terus dikaji.

Semoga bermanfaat!
Selengkapnya...

Sunday, February 17, 2013

Perlukah Ujian Nasional Dievaluasi?

Sebagaimana kita maklumi bahwa ujian nansional (UN) merupakan salah satu alat evaluasi hasil belajar siswa. Disamping itu UN juga digelar dengan tujuan untuk pemetaan pendidikan. Konsekuensi dari penerapan Kurikulum 2013, antara lain, pola ujian nasional perlu dievaluasi. Namun terlontar juga pendapat yang bisa dikatakan ironis, katanya UN Perlu Dievaluasi.

”Tes ujian kelulusan, seperti ujian nasional atau UN, tampaknya kontraproduktif dengan sistem pembelajaran yang dikehendaki Kurikulum 2013,” kata Elin Driana, praktisi pendidikan yang mendalami bidang riset dan evaluasi, di Jakarta, Minggu (20/1).

Menurut Elin, evaluasi di Indonesia, termasuk UN, selama ini berorientasi nilai. Sekolah dipandang untuk mencari nilai baik dan dapat ijazah.

”Esensi belajar atau pendidikan untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan, untuk cinta belajar, belum muncul. Anak-anak kita belajar karena mau mengejar nilai, bukan karena cinta belajar. Perubahan Kurikulum 2013 harus mampu mengubah paradigma itu,” kata Elin.

Evaluasi untuk sekadar lulus, menurut Elin, justru mulai ditinggalkan. Ia mencontohkan Shanghai yang meninggalkan evaluasi untuk kelulusan seperti UN, terutama untuk pendidikan dasar. Dengan perubahan itu, Shanghai melesat maju dalam peningkatan hasil pendidikan dalam bidang matematika, sains, dan membaca dari beberapa evaluasi internasional, seperti TIMMS, PISA, ataupun PIRLS.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, ada kemungkinan UN dievaluasi. Namun, pemerintah belum membahas hal tersebut saat ini. ”Bisa saja nanti UN dievaluasi. Namun, UN memang masih dibutuhkan,” kata Nuh.

Waktu diubah

Dalam perubahan Kurikulum 2013, pemerintah memang merencanakan perubahan UN, tetapi pada soal waktu pelaksanaan. Di SMA dan SMK, UN dimajukan ke kelas XI. Di SMA bertujuan supaya di tingkat akhir siswa bisa fokus untuk ujian masuk perguruan tinggi, sementara di SMK agar siswa bisa memperdalam praktik kerja industri untuk mematangkan sikap dan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.

Secara terpisah, Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto mengatakan, pelaksanaan UN tidak relevan lagi untuk kelulusan, memotivasi belajar, dan untuk membentuk sikap kompetensi siswa. Evaluasi UN semestinya dikembalikan untuk pemetaan, untuk memastikan siswa memenuhi kompetensi abad ke-21.

Dari kajian terhadap UN Matematika, menurut Iwan, soal-soal di UN hanya membuat siswa bernalar rendah dengan perhitungan ruwet. ”Pola evaluasinya harus diubah,” kata Iwan.

Menurut hemat kami betul apa yang dikatakan Mendikbud UN memang masih dibutuhkan. Semoga bermanfat!

Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin!

Selengkapnya...

Followers

PMDK © 2009 Template Redesign by Not Just A Reference.

TOP